Selasa, 09 Februari 2016

DIALOG SEORANG SUFI DAN SANG PRESIDEN

Dialog seorang Sufi dan Sang Presiden

Mungkin ini adalah pertemuan sakral yg dialami oleh Prof. DR. H. Kadirun Yahya, Msc – seorang angkatan 1945, ahli sufi, ahli fisika dan pernah menjabat sebagai rektor Universitas Panca Budi, Medan - dgn Presiden RI pertama Ir. Soekarno.

Ia bersama rombongan saat itu diterima di beranda Istana Merdeka (sekitar bulan Juli 1965) bersama dengan Prof. Ir. Brojonegoro (alm), Prof. dr. Syarif Thayib, Bapak Suprayogi, Admiral John Lie, Pak Sucipto Besar, Kapolri, Duta Besar Belanda.

“Wah, pagi-pagi begini saya sudah dikepung oleh 3  Profesor-Profesor” kelakar Ir. Soekarno membuka dialog ketika menemui rombongan Prof. Kadirun Yahya beserta rombongan. Kemudian Presiden Soekarno mempersilakan rombongan tamunya untuk duduk.

“Profesor Kadirun Yahya silakan duduk dekat saya”, pinta presiden Soekarno kpd Prof. Kadirun Yahya, terkesan khusus.

“Professor, ik horde van jou al sinds 4 jaar, maar nu pas onmoet ik jou, ik wou je eigenlijk iets vragen (saya dengar tentang engkau sdh sejak 4 tahun, tapi baru sekarang aku ketemu engkau, sebenarnya ada sesuatu yg akan aku tanyakan padamu),” kata presiden Soekarno dgn bahasa Belanda.
“Ya, tentang apa itu Bapak Presiden…?”

“Tentang sesuatu hal yg sudah kira-kira 10 tahun, saya cari-cari jawabannya, tapi blm ketemu jawaban yg memuaskan. Saya sudah bertanya pada semua ulama dan para intelektual yg saya anggap tahu. Tetapi semua jawabannya tetap tidak memuaskan saya.”
“Lantas soalnya apa bapak Presiden?”

"Saya bertanya terlebih dahulu tentang yg lain, sebelum saya majukan pertanyaan yg sebenarnya” jawab Presiden Soekarno.
“Baik Presiden” kata Prof. Kadirun Yahya

“Manakah yg lebih tinggi, Presiden atau Jenderal atau Profesor dibanding dgn sorga ?” tanya Presiden. “Sorga” jawab Prof.Kadirun Yahya.
“Accoord (setuju)”, balas Presiden terlihat lega.

Menyusul Presiden bertanya untuk soal berikutnya. “Lantas manakah yg lebih banyak dan lebih lama pengorbanannya antara pangkat-pangkat dunia yg tadi dibanding dgn pangkat sorga?” tanyanya.

“Untuk Presiden, Jenderal, Profesor hrs berpuluh-puluh tahun berkorban dan ber-abdi pada Negara, Nusa dan Bangsa atau pada ilmu pengetahuan. Sedangkan untuk mendapatkan sorga hrs berkorban untuk Allah segala-galanya. Berpuluh-puluh tahun terus menerus, bahkan menurut agama Hindu atau Budha hrs beribu-ribu kali hidup dan ber-abdi, baru barangkali dpt masuk Nirwana," jawab Prof. Kadirun.
“Accoord”, kata Bung Karno (panggilan akrab Presiden).

“Nu heb ik je te pakken Professor (sekarang baru dapat kutangkap engkau Profesor)” lanjut Bung Karno. Tampak mukanya cerah berseri dgn senyumnya yg khas. Dan kelihatannya Bung Karno blm ingin cepat-cepat bertanya untuk yg pokok masalah. “Saya cerita sedikit dulu” kata Bung Karno.
“Silakan Bapak Presiden”.

“Saya telah banyak melihat teman-teman saya meninggal dunia lebih dahulu dari saya, dan hampir semuanya matinya jelek krn banyak dosa rupanya. Sayapun banyak dosa dan saya takut mati jelek. Maka saya selidiki Al-Quran dan Al-Hadits bagaimana caranya supaya dgn mudah hapus dosa saya dan dpt ampunan dan bisa mati tersenyum."

"Lantas saya ketemu dgn satu Hadits yg bagi saya berharga. Bunyinya kira-kira sebagai berikut : Rasulullah berkata; Seorang wanita penuh dosa berjalan di padang pasir, bertemu dgn seekor anjing dan kehausan. Wanita tadi mengambil gayung yg berisikan air dan memberi minum anjing yg kehausan itu. Rasul lewat dan berkata : Hai para sahabatku. Lihatlah, dgn memberi minum anjing itu, hapus dosa wanita itu dunia dan akhirat. Ia ahli sorga”.

“Nah Profesor, tadi engkau katakan bhw untuk mendapatkan sorga hrs berkorban segala-galanya, berpuluh-puluh tahun untuk Allah baru dpt masuk sorga. Itupun barangkali. Sementara sekarang seorang wanita yg berdosa dgn sedikit saja jasa, itupun pada seekor anjing pula, dihapuskan Tuhan dosanya dan ia ahli sorga. How do you explain it Professor?” Tanya Bung Karno lanjut. Profesor Kadirun Yahya terlihat tidak langsung menjawab. Ia hening sejenak. Lantas berdiri dan meminta kertas.

"Presiden, U zei, det U in 10 jaren’t antwoord niet hebt kunnen vinden, laten we zien ( Presiden, tadi bapak katakan dlm 10 tahun tak ketemu jawabannya, coba kita lihat), mudah-mudahan dgn bantuan Allah dlm 2 menit saja saya coba memberikan jawabannya dan memuaskan”, katanya.

Keduanya adalah sama-sama eksakta, Bung Karno adalah seorang insinyur dan Profesor Kadirun Yahya adalah ahli kimia / fisika.

Di atas kertas Prof. Kadirun mulai menuliskan penjelasannya.
10/10 = 1 ;
“Ya” kata Presiden.
10/100 = 1/10 ; “Ya” kata Presiden.
10/1000` = 1/100 ;
“Ya” kata Presiden.
10/10.000 = 1/1000 ;
“Ya” kata Presiden.

10 / ∞ (tak terhingga) = 0 ;
“Ya” kata Presiden.
1000.000 … / ∞ = 0 ;
“Ya” kata Presiden.
(Berapa saja + Apa saja) /∞ = 0;
“Ya” kata Presiden.
Dosa / ∞ = 0 ;
“Ya” kata Presiden.“

Nah…” lanjut Prof,
1 x ∞ = ∞ ;
“Ya” kata Presiden
½ x ∞ = ∞ ;
“Ya” kata Presiden.
1 zarah x ∞ = ∞ ;
“Ya” kata Presiden.
“… ini artinya, sang wanita, walaupun hanya 1 zarah jasanya, bahkan terhadap seekor anjing sekalipun, mengkaitkan, menggandengkan gerakannya dgn yg Maha Akbar."

"Mengikut sertakan yg Maha Besar dlm gerakan-gerakannya, maka hasil dari gerakannya itu menghasilkan ibadah yg begitu besar, yg langsung dihadapkan pada dosa-dosanya, yg pada saat itu juga hancur berkeping-keping. Ditorpedo oleh PAHALA yang Maha Besar itu. 1 zarah x ∞ = ∞ Dan, Dosa / ∞ = 0.
Ziedaar hetantwoord, Presiden (Itulah dia jawabannya Presiden)” jawab Profesor.

Bung Karno diam sejenak . “Geweldig (hebat)” katanya kemudian. Dan Bung Karno terlihat semakin penasaran.

Masih ada lagi pertanyaan yg ia ajukan. “Bagaimana agar dpt hubungan dgn Tuhan ?” katanya.

Profesor Kadirun Yahya pun lanjut menjawabnya. “Dgn mendapatkan frekuensi-Nya. Tanpa mendapatkan frekuensi-Nya tak mungkin ada kontak dgn Tuhan."

"Lihat saja, walaupun 1 mm jaraknya dari sebuah zender radio, kita letakkan radio dgn frekuensi yg tdk sama, maka radio kita itu tdk akan mengeluarkan suara dari zender tsb. Begitu juga dgn Tuhan, walaupun Tuhan berada lebih dekat dari urat leher kita, tak mungkin ada kontak jika frekuensi-Nya tidak kita dapati”, jelasnya.

“Bagaimana agar dpt frekuensi-Nya, smtr kita adalah manusia kecil yg serba kekurangan ?” tanya Presiden kemudian.

“Melalui isi dada Rasulullah” jawab Prof.

“Dalam Hadits Qudsi berbunyi yg artinya : Bahwasanya Al-Quran ini satu ujungnya di tangan Allah dan satu lagi di tangan kamu, maka peganglah kuat-kuat akan dia” (Abi Syuraihil Khuza’ayya.r.a), lanjutnya.

Prof menyambung, “Begitu juga dalam QS.Al-Hijr : 29 – Maka setelah Aku sempurnakan dia dan Aku tiupkan di dalamnya sebagian Roh-Ku, rebahkanlah Dirimu bersujud kepada-Nya”.

"Nur Illahi yg terbit dari Allah sendiri adalah tali yg nyata antara Allah dgn Rasulullah. Ujung Nur Illahi itu ada dlm dada Rasulullah. Ujungnya itulah yg kita hubungi, maka jelas kita akan dpt frekuensi dari Allah SWT", kata Prof.

Prof melanjutkan, "Lihat saja sunnatullah, hanya cahaya matahari saja yg satu-satunya sampai pada matahari. Tak ada yg sampai pada matahari melainkan cahayanya sendiri. Juga gas-gas yg saringan-saringannya tak ada yg sampai matahari, walaupun ‘edelgassen’ seperti : Xenon, Crypton, Argon, Helium, Hydrogen dan lain-lain. Semua vacuum! 
Yang sampai pada matahari hanya cahayanya krn ia terbit darinya dan tak bercerai siang dan malam dgnnya. Kalaulah matahari umurnya 1 (satu) juta tahun, maka cahayanya pun akan berumur sejuta tahun pula. Kalau matahari hilang maka cahayanyapun akan hilang. Matahari hanya dpt dilihat melalui cahayanya, tanpa cahaya, mataharipun tak dpt dilihat”.

"Namun cahaya matahari, bukanlah matahari – cahaya matahari adalah getaran transversal dan longitudinal dari matahari sendiri (Huygens)", jelas Prof.

Prof menyimpulkan, "Dan Rasulullah adalah satu-satunya manusia akhir zaman yg mendapat Nur Illahi dlm dadanya. Mutlak jika hendak mendapatkan frekuensi Allah, ujung dari Nur itu yg berada dlm dada Rasulullah hrs dihubungi."

“Bagaimana cara menghubungkannya, smtr Rasulullah sdh wafat sekian lama ?” tanya Presiden. “

Prof menjawab, "Memperbanyak sholawat atas Nabi tentu akan mendapatkan frekuensi Beliau, yang otomatis mendapat frekuensi Allah SWT.
–Tidak kukabulkan doa seseorang, tanpa shalawat atas Rasul-Ku. Doanya tergantung di awang-awang – (HR. Abu Daud dan An-Nasay).

Jika diterjemahkan secara akademis mungkin kurang lebih : “Tidak engkau mendapat frekuensi-Ku tanpa lebih dahulu mendapat frekuensi Rasul-Ku”.

Sontak Presiden berdiri. “You are wonderful” teriaknya. Sejurus kemudian, dgn merangkul kedua tangan profesor, Presidenpun bermohon : “Profesor, doakan saya supaya dpt mati dgn tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar