Selasa, 14 Februari 2023

Bi Fatimah

QASIDAH BI FATIMAH DAN TERJEMAHANNYA
بِفَاطِمَةْ قَدْ صَفَا حَاِلي وَ نِلْتُ الْمَرَ امْ
بِضْعَةْ مُحَمَّدْ حَبِيْبُ اللهِ خَيْرُا لأَ نَامْ
Dengan Fathimah telah tersucikan keadaanku dan kudapatkan segala cita-cita luhurku,
Sebahagian tubuh Muhammad Habibullah SAW sebaik-baik manusia.
أَعْلَى لَهَا الله ُقَدْرً ا فِي اْلعُلا َوَ الْمَقَامْ
نِعْمَ الْبَتُوْ لِ الرَّ ضِيَّةْ نُوْرٌ كُلِّ الظُّلا َمْ
Allah telah mengagungkan derajat Fathimah dengan Keluhuran dan Maqam Mulia Kesucian yang tersuci dalam Samudra Keridhaan Ilahi, Cahaya segala Kegelapan.
أُمُّ الْحَسَنْ وَ الْحُسِين أَهْلُ الْمَرَ قِي الْعِظَا مْ
لَهُمْ عَطَايَا مِنَ الْمَوْ لَى كِبَارْ جُسَامْ
Ibu Hasan dan Husein pemilik maqam puncak kemuliaan,
Atas mereka limpahan Anugerah dari Sang Pencipta Pemilik Anugerah terbesar.
هُمْ سَادَ ةُ أَهْلُ الْجِنَانِ الْعَالِيَّةْ يَاغُلا َمْ
مَنْ حُبُّهُمْ صَدَ قْ بَا يَسْكُنْ بِدَ ارِ السَّلا َمْ
Merekalah pembesar ahli surga yang luhur wahai anak,
Maka yang mencintai mereka dengan kesungguhan akan menghuni surga Darussalam.
وَ مَنْ تَعَلَّقْ بِهِمْ يَظْفَرْ بِنَيْلِ الْمَرَ امْ
أَكرَ مْتِ يَا بِضْعَةْ أَحْمَدْ فَانْعِمِي بِالتَّمَامْ
Dan yang berpegang dengan mereka akan beruntung mendapatkan cita-citanya,
Mulialah engkau wahai sebahagian tubuh yang terpuji (Al Hamid) maka limpahilah kami kemuliaan.
وَ امْنَحِيْ عَبْدَ كُمْ فِي الْقُرْ بِ أَعْلَى وَ سَامْ
نَقُو مُ بِحَمْلِ الرَّ يَاتِ الْهُدَ أَحْسَنْ قِيَامْ
Perhatikanlah dengan lembut budakmu ini, dengan kedekatan sebagai anugerah agung,
Agar kami tegak memegang Panji Dakwah Al Hamid dengan tegak sempurna.
تَعُمُّ دَ عْوَ تَةُ فِي ا لأ َ كْوَ انِ كُلَّ الأَ نَامْ
نَلْبَسُ خَلْعِ إِرْثُ مَا يَصِفْ سَنَاهَاكَلا َمْ
Hingga tersebar dakwahnya di seluruh dunia kepada seluruh manusia,
Hingga kami memakai baju Warisanmu yang bercahaya terang benderang tak tersifatkan oleh kalimat.
يَانُوْ رُ قَلْبِيْ وَ يَا أُمِّيْ عَلَيْكِ السَّلا َمْ
فِيْ كُلِّ حَالٍ وَ شَأْنٍ كُلِّ لَحْظَةٍدَ وَامْ
Wahai cahaya hatiku, wahai ibuku kuucapkan salam,
Setiap waktu, kejap dan saat dengan abadi.
عَلَيْكِ صَلَّى ِإ لهِيْ مَعَ أَبِيْكِ الإِ مَامْ
ِ..............................إِ مَامْ كُلِّ الْوَ رَى فِي كُلِّ خَاصٍّ وَ عَامْ
Atasmu limpahan shalawat Tuhanku, juga atas Ayahmu Sang Imam,
Pemuka semua pemuka dari semua golongan khusus dan awam.
الشَّا فِعُ الْمُبْتَغِ يَوْ مُ اللِّقَاءِ وَ الزِّ حَامْ
يَوْ مُ الْمَلا َئِكْ تُنَادِ يْ جَمْعُ كُلَّ الأَ نَامْ
Pemilik Syafa’at idaman dan tujuan di Hari Pertemuan dan Perkumpulan,
Hari para malaikat berseru pada seluruh manusia.
غُضُّوْ ا أَبْصَارَ كُمْ تَمُرُّ بِنْتِ النَّبِيِّ بِالسَّلا َمْ
وَ نَكِّسُوْ ارُ ؤُ وْ سَكُمْ مَاأَعْظَمَهُ وَالله ُمَقَامْ
Tundukkan pandangan kalian untuk lewatnya Putri Nabi dengan Salam Sejahtera …..!
Tundukkan kepala kalian…, Maqam yang alangkah Agungnya Demi Allah.
أتََذْ كُرِ يْنِي مَعَكِ أَعْبُرْ وَ مَنْ لَهُ ذِ مَامْ
حَاشَاكِ يَا أُمُّنَا تَنْسِيْنَ هَذَاالْغُلا َمْ
Apakah mengingatkan saat itu untuk masuk dan lewati shirath bersamamu dan bersama mereka yang termuliakan,
Alangkah sedih dan tak mungkin ….. wahai Ibu kami, Engkau lupakan anakmu ini.
مَحْسُوبِكُمْ يَرْتَجِيْهِ مِنْكُمْ بِهِ الإِ هْتِمَامْ
أَ نْتُمْ مَرَ امُهْ وَمَقْصُوْ دُهُ وَ نِعْمَ الْمَرَامْ
Bocah kesayanganmu mengharapkan kasih sayang dan perhatian ini,
Engkaulah cita-cita dan maksud, dan semulia-mulia cita-cita.
يَا بِنْتَ طهَ فُؤَادِ يْ فِيْ مَحَبَّتِكِ هَامْ
وَاللهِ أَ نْتُمْ مُرَادِ يْ فِي الدُّ نَاوَالْقِيَامْ
Wahai Putri Tha Haa, sanubariku bergejolak dalam mahabbah padamu,
Demi Allah, Engkau maksudku di dunia dan di hari kebangkitan.
وَمَاأَنَا ِإ لاَّ بِكُمْ يَاسَادَ تِيْ يَاكِرَامْ
عَلَيْكِ مَعَ وَ الِدْكِ أَذْ كَي الصَّلا َةُ وَالسَّلا َمْ
Dan aku ini hanyalah karenamu Wahai Pembesarku, Wahai Imam mulia,
Atasmu bersama ayahmu sesuci-suci shalawat dan salam.
وَأَهْلُ الْكِسَاءْوَ اهْلِ بَيْتِهِ عَالِيِيْنَ الْمَقَامْ
وَالصَّحْبِ أَجْمَعْ وَ مَنْ عَلَى هُدَ اهُ اسْتَقَامْ
Dan atas Ahlul Kisa serta Ahlul Baitnya para maqam yang luhur,
Dan para Shahabat semua dan seluruh yang teguh dengan petunjuknya.

Selasa, 10 Januari 2023

"BUNGKUS DAN ISI"

"BUNGKUS DAN ISI"

Apa itu "BUNGKUS"-nya dan apa itu "ISI"-nya?.

"Rumah yang indah" hanya bungkusnya.. 
"Keluarga bahagia" itu isinya…
 
"Pesta pernikahan" hanya bungkusnya.. 
"Sakinah, mawaddah, warahmah" itu isinya… 

"Ranjang mewah" hanya bungkusnya.. 
"Tidur nyenyak" itu isinya… 

"Kekayaan" itu hanya bungkusnya.. 
"Hati yang bahagia" itu isinya… 

"Makan enak" hanya bungkusnya.. 
"Gizi, energi, dan sehat" itu isinya…
 
"Kecantikan dan Ketampanan" hanya bungkusnya.. 
"Kepribadian dan hati" itu isinya…
 
"Bicara" itu hanya bungkusnya.. 
"Amal nyata" itu isinya…
 
"Buku" hanya bungkusnya.. 
"Pengetahuan" itu isinya… 

"Jabatan" hanya bungkusnya.. 
"Pengabdian dan pelayanan" itu isinya..
 
"Kharisma" hanya bungkusnya.. 
"Akhlaqul karimah" itu isinya…
 
"Hidup di dunia" itu bungkusnya.. 
"Hidup sesudah mati" itu isinya…

Utamakanlah ISI-nya.. 
Namun rawatlah BUNGKUS-nya… 
Jangan memandang rendah & hina setiap BUNGKUS yang kita terima, karena berkah tak selalu datang dari BUNGKUS kain sutera melainkan juga datang dari BUNGKUS koran bekas.. 
Janganlah setengah mati mengejar apa yang tak bisa kita bawa mati..

*اللهم صل على سيدنا محمد النبي الامي وعلى اله وصحبه وسلم*

Minggu, 11 Desember 2022

SEJARAH masuknya MAULID SIMTHUDDUROR KE NUSANTARA

Sejarah Masuknya Simthuddurar Ke Nusantara 

Ditulis oleh Ustadz Anto Djibril

Inilah Kitab Maulid Simtudduror yang selesai di tulis pada tanggal 24 Robiul Awal 1327 H, bertepatan dengan 14 April 1909 M, kitab tersebut merupakan milik Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi, yang makamnya di Ampel Surabaya

Kitab tersebut merupakan salinan yang ditulis setelah 14 hari kitab Maulid Simtuddurror selesai di karang,  oleh Al Habib Ali bin Muhammad Al Habsyi pada tanggal 10 Robiul Awal 1327 H, bertepatan dengan hari Rabu 31 Maret 1909 M

Al Habib Ali sang pengarang Maulid, wafat pada tanggal 20 Rabiul Akhir 1333 H, bertepatan dengan tanggal 6 Maret 1915 M, wafat pada umur kurang lebih 74 tahun. Sedangkan Maulid Simtuddurror itu sendiri masuk ke Pulau Jawa ini, dibawa oleh muridnya yang bernama Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi atas perintah beliau sendiri, untuk menyelenggarkan Maulid Akhir Khamis yang didalamnya dibacakan kitab Maulid tersebut

Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi, pertama mengadakan Maulid Akhir khamis, di daerah Jatiwangi Cirebon lalu berpindah beberapa kali diantaranya Bogor dan akhirnya di selenggarakan di Masjid Ampel Surabaya

Pada perayaan Maulid Akhir khamis di Masjid Ampel Surabaya, tanggal 29 Rabiul Awal 1337, bertepatan dengan 2 Januari 1919 M, Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi menyerahkan Maulid Akhir khamis kepada Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang Batavia Centrum / Jakarta. Dan setelah itu, tidak beberapa lawa Al Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi berpulang kerohmatulloh, pada hari Rabu 12 Robiul Akhir 1337 H, bertepatan dengan 14 Januari 1919 M

Baru pada tahun 1920 M, oleh Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi, Maulid Simtudduror di syiarkan melalui perayaan Maulid Akhir Khamis di jalan raya depan Masjid Al Makmur Tanah Abang, dan di tahun 1921 M mulai diadakan di depan halaman Jamiyatul Khair dan pembacaan Maulid itu di syiarkan melalui Radio NIROM, tahun 1937 M oleh Habib Ali dipindahkan ke Kwitang hingga sekarang

Kitab Maulid Simtudduror itu dulu saya yang merawatnya selama 20 tahun, dari tahun 1999 dan sudah saya serahkan ke Perpustakaan dan Musium Majlis Ta'lim Al Habib Ali bin Abdurrahman Al Habsyi Kwitang Jakarta, pada perayaan Maulid yang lalu

Minggu, 10 Juli 2022

KALAM ULAMA

بسمﷲالرحمن الرحیم

Dicintai oleh seseorang yang mencintai kita dengan kekurangan kita lebih berharga dari pada dicintai 10 orang karena kehebatan kita saja.

Hidup telah mengajarkan kita bahwa cinta tidak berisi saling memandang, tapi cinta berisi bersama-sama melihat satu arah yang sama

Berhati-hatilah engkau menggantungkan hatimu terhadap kecintaan akan sesuatu yang Allah tidak mencintainya, karena engkau akan hancur binasa.
.
Al-Habib Umar bin Hafidz
.
يالله بالتوفيق حتى نفيق ونلحق الفريق⁣
Mudah-mudahan kita mendapat taufiq sehingga kita bisa di golongkan dengan orang-orang sholeh.
Aamiin.

#PecintaDzurriyatRosulullah

AWALNYA SITI HAJAR PROTES

*"SITI HAJAR PROTES"*
Mengapa suaminya meninggalkan dia dan Ismail anaknya yang masih kecil di padang pasir yang tak ada siapapun dan tdk sda apapun ?
Ia hanya menduga bahwa ini akibat kecemburuan Sarah, istri pertama suaminya yang belum juga bisa memberinya putra.

Hajar mengejar Ibrahim AS, suaminya, dan berteriak:
*"Mengapa engkau tega meninggalkan kami di sini, bagaimana kami bisa bertahan hidup?*
Ibrahim AS terus melangkah meninggalkan keduanya, tanpa menoleh, tanpa memperlihatkan air matanya yang meleleh membasahi pipinya.
Perasaannya terjepit antara *pengabdian* dan *pembiaran*.
Hajar masih terus mengejar sambil terus menggendong Ismail, kali ini dia setengah menjerit, dan jeritannya menembus langit.
*Wahai suamiku, ayahanda Ismail, Apakah ini Perintah Tuhanmu ?"*

Kali ini Ibrahim AS, Sang Khalilulloh, berhenti melangkah.
Dunia seolah berhenti berputar.
Malaikat yang menyaksikan peristiwa itu pun turut terdiam menanti jawaban Ibrahim AS.
Butir pasir seolah terpaku kaku. 
Angin seolah berhenti mendesah.

Pertanyaan atau lebih tepatnya gugatan Hajar membuat semuanya terkesiap.
Ibrahim AS membalik tegas, dan berkata:
*Iya, ini perintah Tuhanku !*

Hajar berhenti mengejar, dan dia terdiam.
Lantas *meluncurlah kata-kata dari bibirnya, yang mengagetkan semua malaikat, serta menggusarkan butir pasir dan angin;*

*"Jika ini perintah Tuhanmu, pergilah wahai suamiku. Tinggalkan kami di sini. Jangan khawatir, Allah akan menjaga kami."*

Ibrahim AS pun beranjak pergi.

Dilema itu sirna sudah.
*Ini sebuah Pengabdian, atas nama perintah Allah, bukan pembiaran.*

*Itulah IKHLAS...*

*IKHLAS* _adalah wujud sebuah keyakinan mutlak, pada Sang Maha Mutlak._

*Ikhlas* adalah *kepasrahan, bukan mengalah apalagi menyerah kalah.*

*Ikhlas* itu adalah _ketika engkau sanggup untuk berlari, mampu untuk melawan dan kuat untuk mengejar,_ namun.. engkau *memilih* untuk *patuh* dan *tunduk*.

*Ikhlas adalah sebuah kekuatan untuk menundukkan diri sendiri dan semua yang engkau cintai.*

_Ikhlas adalah memilih jalan-Nya, bukan karena engkau terpojok tak punya jalan lain._

*Ikhlas bukan lari dari kenyataan. Ikhlas bukan karena terpaksa. Ikhlas bukan merasionalisasi tindakan, bukan mengkalkulasi hasil akhir.*

_Ikhlas tak pernah berhitung, tak pernah pula menepuk dada._

*Ikhlas itu tangga menuju Allah.*

_Mendengar Perintah-Nya,_ *Menaati-Nya.*

*IKHLAS adalah IKHLAS itu sendiri. Murni tanpa embel² kepamrihan apapun. Suci bersih 100 persen, hanya karena Allah dan mengikuti Kehendak Allah, tidak yang lain*

*IKHLAS ADALAH KARUNIA ALLAH YG DIBERIKAN ALLAH KEPADA HAMBA2X YG DICINTAI NYA*

Setelah ditinggal suaminya, Ibrahim, Hajar mengendong putranya Ismail. Sambil lapar dan haus Hajar terduduk setelah perjuangannya mencari air dari Shafa ke Marwa...dari Marwa je Shafa sampai 
7 x , sementara itu kaki Ismail mengepak-ngepak ke pasir dan keluarlah air, .... air zamzam, dan di situlah Sarah dan Ismail hidup selama belasan tahun. Setelah lsmail remaja datanglah Ibrahim dengan perintah Allah untuk menyembelih Ismail anak semata wayangnya...yg sangat dicintainya...yg lama dia harapkan..yg dikaruniai Allah setelah ia berumur 100 th...anak yg sangat sholeh...

Ibrahim dan Ismail, ikhlas, patuh dan sabar akan perintah  Allah...... 
ketika Ismail sudah dibaringkan dan siap disembelih ...... ternyata Allah SWT mengganti Ismail dengan domba yg besar.

Sekarang
*"Setiap kita adalah *'IBRAHIM'* dan setiap Ibrahim punya *'ISMAIL'.....*

Ismailmu mungkin *'HARTAMU',*
Ismailmu mungkin *'JABATANMU',*
Ismailmu mungkin *'GELARMU',*
Ismailmu mungkin *'EGOMU',*
Ismailmu adalah sesuatu yang kau *'SAYANGI'* dan kau *'PERTAHANKAN'* di dunia ini....
Ibrahim tidak diperintah Allah untuk membunuh Ismail, Ibrahim hanya *diminta Allah untuk membunuh rasa 'KEPEMILIKAN' terhadap Ismail.*
Karena hakekatnya semua adalah milik Allah...

Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala menganugrahkan *KESHALIHAN dan Keikhlasan Nabi Ibrahim serta KEIKHLASAN dan Kesabaran Nabi Ismail kepada kita semua.*


*_Karena di hadapan Allah hanya ketaqwaan kita yang diterima-Nya.._*

Semoga kita termasuk ke dalam orang yang bertaqwa dan senantiasa dirahmati ALLAH.
Aamiin YRA 🤲

Selasa, 28 Februari 2017

Dayak Meratus

Suku Dayak Meratus

Jumlah populasi
kurang lebih 50.000 jiwa.
Kalimantan Selatan: 35.838 (2000). Bahasa Bukit, Melayu Banjar, Indonesia
Agama
Kaharingan
Kelompok etnik terdekat
Dayak Ngaju, Banjar

Litografi berjudul Orang-Boekit uit de Afdeeling Amoentai en Dajaksche vrouw uit Longwai ("Orang Bukit dari afdeeling Amuntai dan wanita Dayak Modang dari Long Wai") berdasarkan gambar oleh Carl Bock (1887)
Suku Dayak Meratus adalah nama kolektif untuk sekumpulan sub-suku Dayak yang mendiami sepanjang kawasan pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan.

Orang Banjar Kuala menyebut suku Dayak Meratus sebagai Urang Biaju (Dayak Biaju) karena dianggap sama dengan Dayak Ngaju (Biaju), sedangkan orang Banjar Hulu Sungai menyebut suku Dayak Meratus dengan sebutan Urang Bukit (Dayak Bukit/Buguet) Selato menduga, suku Bukit termasuk golongan Suku Punan. Tetapi Tjilik Riwut membaginya ke dalam kelompok-kelompok kecil seperti Dayak Alai, Dayak Amandit (Loksado), Dayak Tapin (Harakit), Dayak Kayu Tangi, dan sebagainya, selanjutnya ia menggolongkannya ke dalam Rumpun Ngaju. Namun penelitian terakhir dari segi liguistik, bahasa yang digunakan sub suku Dayak ini tergolong berbahasa Melayik, jadi serumpun dengan Suku Kedayan, Dayak Kendayan dan Dayak Iban.

Sesuai habitat kediamannya tersebut maka belakangan ini mereka lebih senang disebut Suku Dayak Meratus, daripada nama sebelumnya Dayak Bukit yang sudah telanjur dimaknai sebagai orang gunung. Padahal menurut Hairus Salim dari kosa kata lokal di daerah tersebut istilah bukit berarti bagian bawah dari suatu pohon yang juga bermakna orang atau sekelompok orang atau rumpun keluarga yang pertama yang merupakan cikal bakal masyarakat lainnya.

Suku Buket, nama yang dipakai oleh BPS untuk etnik ini dalam sensus penduduk tahun 2000. Di Kalimantan Selatan pada sensus penduduk tahun 2000 suku Buket berjumlah 35.838 jiwa, sebagian besar daripadanya terdapat di kabupaten Kota Baru yang berjumlah 14.508 jiwa.

Suku Bukit juga dinamakan Ukit, Buket, Bukat atau Bukut. Suku Bukit atau suku Dayak Bukit terdapat di beberapa kecamatan yang terletak di pegunungan Meratus pada kabupaten Banjar, kabupaten Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, kabupaten Tapin, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kota Baru.

Beberapa suku-suku Dayak Meratus yaitu :

Dayak Pitap, di desa Dayak Pitap dan sekitarnya.
Dayak Alai terdiri atas:
Dayak Labuhan
Dayak Atiran,
Dayak Kiyu mendiami desa Hinas Kiri
Dayak Juhu
Dayak Hantakan (Dayak Bukit), di desa Haruyan Dayak.
Dayak Labuan Amas
Dayak Loksado (Dayak Amandit), di kecamatan Loksado.
Dayak Harakit (Dayak Tapin), di desa Harakit dan sekitarnya.
Dayak Paramasan, di kecamatan Paramasan.
Dayak Kayu Tangi (mendiami kawasan Riam Kanan sebelum dijadikan waduk)
Dayak Bangkalaan, di desa Bangkalan Dayak.
Dayak Sampanahan, di kecamatan Sampanahan, Kotabaru.
Dayak Riam Adungan, di desa Riam Adungan.
Dayak Bajuin, di desa Bajuin.
Dayak Sebamban Baru
dan lain-lain
Rumah ritual adat (aruh) Dayak Meratus disebut balai. Istilah balai juga masih dilestarikan oleh Dayak Meratus yang masuk Islam/Banjar Hulu Sungai untuk menyebut surau/langgar (lebih tepat Balai Islam).

Orang Dayak Pitap di Kabupaten Balangan Sunting

Orang Dayak Pitap adalah Masyarakat Adat Dayak yang biasanya dikategorikan sebagai bagian dari suku Dayak Meratus/suku Dayak Bukit yang mendiami kecamatan Tebing Tinggi, Balangan, Kalimantan Selatan.

Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat, mendiami kawasan disekitar hulu-hulu sungai Pitap dan anak sungai lainnya. Sungai Pitap itu sendiri awalnya bernama sungai Kitab. Menurut keyakinan mereka, ditanah merekalah turunnya kitab yang menjadi jadi rebutan. Oleh datu mereka supaya ajaran kitab tersebut selalu ada maka kitab tersebut ditelan/dimakan atau dalam istilah mereka dipitapkan, sehingga ajaran agama mereka akan selalu ada di hati dan ada di akal pikiran. Kata kitab pun akhirnya berubah menjadi pitap sehingga nama sungai dan masyarakat yang tinggal kawasan tersebut berubah menjadi Pitap.

Sedangkan sebutan Dayak ini mengacu pada kesukuan mereka. Oleh beberapa literatur mereka dimasukkan kedalam rumpun Dayak Bukit, namun pada kenyataanya mereka lebih senang disebut sebagai orang Pitap atau Dayak Pitap, ini juga terjadi pada daerah-daerah lain di Meratus.

Para leluhur masyarakat Dayak Pitap mula-mula tinggal di daerah Tanah Hidup, yaitu daerah perbatasan antara Kabupaten Balangan dengan Kabupaten Kotabaru (dipuncak pegunungan Meratus). Tanah hidup menjadi wilayah tanah keramat yang diyakini sebagai daerah asal mula leluhur mereka hidup.

Secara administratif, orang Dayak Pitap berada di 3 Desa yaitu Dayak Pitap, Langkap dan Mayanau pada Kecamatan Tebing Tinggi, Balangan.

Semula merupakan satu Dayak Pitap memiliki pemerintahan sendiri dengan pusat pemerintahan berada di Langkap. Dengan adanya peraturan sistem pemerintahan desa pada tahun 1979 dibentuk pemerintahan desa Dayak Pitap dengan pusat pemerintahan waktu itu berada di Langkap. Dayak Pitap terbagi terdiri dari 5 kampung besar yaitu

Langkap
Iyam
Ajung
Panikin
Kambiyain.

Kemudian tahun 1982 wilayah Dayak Pitap dibagi menjadi 5 desa, berdasarkan peraturan menteri dalam negeri no 2/tahun 1980 tentang pedoman pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan kelurahan dan peraturan menteri dalam negeri no 4 tahun 1981 tentang pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan desa . Selanjutnya berdasarkan Sk camat tahun 1993 kampung Ajung digabung ke Iyam. Tahun 1998 kampung Iyam dan kampung Kambiyain digabungkan jadi satu dengan kampung Ajung dengan pusat pemerintahan di Ajung Hilir.

Secara geografis, wilayah Dayak Pitap berada di bentangan pegunungan Meratus yang terletak antara 115035'55" sampai 115047'43" Bujur timur dan 02025'32" sampai 02035'26" Lintang selatan. Jarak desa ke ibukota kecamatan 35 Km, Jarak desa ke ibukota Kab. 48 Km dan jarak desa ke ibukota provinsi 231 Km.

Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru , sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunung Batu dan Desa Auh, sebelah utara berbatasan dengan Halong, Balangan dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru dan Kecamatan Batang Alai Selatan, Hulu Sungai Tengah.

Menurut Cilik Riwut, Suku Dayak Bukit merupakan suku kekeluargaan yang termasuk golongan suku (kecil) Dayak Ngaju. Suku Dayak Ngaju merupakan salah satu dari 4 suku kecil bagian dari suku besar (rumpun) yang juga dinamakan Dayak Ngaju.

Mungkin adapula yang menamakan rumpun suku ini dengan nama rumpun Dayak Ot Danum. Penamaan ini juga dapat dipakai, sebab menurut Tjilik Riwut, suku Dayak Ngaju merupakan keturunan dari Dayak Ot Danum yang tinggal atau berasal dari hulu sungai-sungai yang terdapat di kawasan ini, tetapi sudah mengalami perubahan bahasa. Jadi suku Ot Danum merupakan induk suku, tetapi suku Dayak Ngaju merupakan suku yang dominan di kawasan ini.

Silsilah suku Bukit;

Suku Dayak (suku asal), terbagi 5 suku besar / rumpun:

Dayak Laut (Iban)
Dayak Darat
Dayak Apo Kayan / Kenyah-Bahau
Dayak Murut
Dayak Ngaju / Ot Danum, terbagi 4 suku kecil:
Dayak Maanyan
Dayak Lawangan
Dayak Dusun
Dayak Ngaju, terbagi beberapa suku kekeluargaan (sedatuk) :
Dayak Bukit
Dayak Bakumpai
Dayak Berangas
Dayak Mendawai
dan lain-lain
Budaya Bukit Sunting

Suku ini dapat digolongkan sebagai suku Dayak, karena mereka teguh memegang kepercayaan atau religi suku mereka. Akan tetapi religi suku ini, agak berbeda dengan suku Dayak di Kalimantan Tengah (Rumpun Dayak Ngaju atau Rumpun Barito), yang banyak menekankan ritual upacara kematian dalam agama Kaharingan. Salah satu Suku Dayak di Kalimantan Selatan yang juga banyak menekankan ritual upacara kematian adalah Suku Dayak Dusun Deyah.

Sedangkan kepercayaan suku Meratus biasanya disebut agama Balian yang lebih menekankan upacara dalam kehidupan, seperti upacara pada proses penanaman padi atau panen, sebagaimana halnya dengan suku Kanayatn yang melakukan upacara pesta panen Naik Dango di Kalimantan Barat. Suku Dayak Bukit juga tidak mengenal tradisi ngayau yang ada zaman dahulu pada kebanyakan suku Dayak.

Upacara ritual suku Dayak Bukit, misalnya "Aruh Bawanang" yang disebut juga Aruh Ganal. Tarian ritual misalnya tari Babangsai untuk wanita dan tari Kanjar untuk pria. Suku Bukit tinggal di dalam rumah bersama yang dinamakan balai yang lebih tepat berfungsi sebagai rumah ritual adat. Istilah balai juga masih dipakai suku Banjar Hulu yang tinggal di pedalaman untuk menyebut surau/langgar, karena kesamaannya sebagai tempat ibadah/ritual.

Balai merupakan rumah adat untuk melaksanakan ritual pada religi suku mereka. Bentuk balai, "memusat" karena di tengah-tengah merupakan tempat altar atau panggung tempat meletakkan sesajen. Tiap balai dihuni oleh beberapa kepala keluarga, dengan posisi hunian mengelilingi altar upacara. Tiap keluarga memiliki dapur sendiri yang dinamakan umbun. Jadi bentuk balai ini, berbeda dengan rumah adat suku Dayak umumnya yang berbentuk panjang (Rumah Panjang).

Suku Dayak Bukit menganal tiga kelompok roh pemelihara kawasan pemukiman dan tempat tinggal yaitu :

Siasia Banua
Bubuhan Aing
Kariau
Siasia Banua contohnya :

Siasia Banua Kambat
Siasia Banua Pantai Batung
Siasia Banua Kambat
dan sebagainya
Bubuhan Aing (= komunitas air) contohnya :

Bubuhan Aing Muhara Indan
Bubuhan Aing Danau Bacaramin
Bubuhan Aing Maantas
dan sebagainya
Kariau contohnya :

Kariau Labuhan
Kariau Padang Batung
Kariau Mantuil
dan sebagainya
Bahasa Melayu Bukit Sunting

Bahasa Dayak Bukit, menurut penelitian banyak kemiripan dengan dialek Bahasa Banjar Hulu. Ada pula yang menamakan bahasa Bukit sebagai "bahasa Banjar archais". Bahasa Bukit termasuk Bahasa Melayu Lokal yang disebut Bahasa Melayu Bukit (bvu).

Perbandingan hubungan suku Bukit dengan suku Banjar, seperti hubungan suku Baduy dengan suku Banten. Suku Banjar dan suku Banten merupakan suku yang hampir seluruhnya memeluk Islam, sedangkan suku Bukit dan suku Baduy merupakan suku yang teguh mempertahankan religi sukunya.

Populasi Suku Bangsa Dayak Bukit Sunting
Populasi suku Dayak Bukit di Provinsi Kalimantan Selatan : 35.838 (BPS - sensus th. 2000)

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Dayak Bukit di Kalimantan Selatan berjumlah 35.838 jiwa, yang terdistribusi pada beberapa kabupaten dan kota, yaitu :

585 jiwa di kabupaten Tanah Laut
14.508 jiwa di kabupaten Kota Baru (termasuk Tanah Bumbu)
1.737 jiwa di kabupaten Banjar
836 jiwa di kabupaten Barito Kuala
112 jiwa di kabupaten Tapin
3.778 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Selatan
3.368 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Tengah
244 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Utara (beserta Balangan sebelum pemekaran daerah)
1.106 jiwa di kabupaten Tabalong
7.836 jiwa di kota Banjarmasin
1.728 jiwa di kota Banjarbaru
Kekerabatan dengan Suku Banjar menurut mitologi Sunting

Mitologi suku Dayak Meratus atau Suku Dayak Bukit menyatakan bahwa Suku Banjar dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak beradik yaitu Si Ayuh alias Datung Ayuh alias Dayuhan alias Sandayuhan yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Siwara alias Bambang Basiwara yang menurunkan suku Banjar. Dalam khasanah cerita prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus ditemukan legenda yang sifatnya mengakui atau bahkan melegalkan keserumpunan genetika (saling berkerabat secara geneologis) antara orang Banjar dengan orang Dayak Meratus. Dalam cerita prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus dimaksud terungkap bahwa nenek moyang orang Banjar yang bernama Bambang Basiwara adalah adik dari nenek moyang orang Dayak Meratus yang bernama Sandayuhan. Bambang Basiwara digambarkan sebagai adik yang berfisik lemah tetapi berotak cerdas. Sedangkan Sandayuhan digambarkan sebagai kakak yang berfisik kuat dan jago berkelahi.

Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di kalangan orang Dayak Meratus. Banyak sekali tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah keberadaannya diceritakan berasal usul dari aksi heroik Sandayuhan. Salah satu di antaranya adalah tebing batu berkepala tujuh, yang konon adalah penjelmaan dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang berhasil dikalahkannya dalam suatu kontak fisik yang sangat menentukan.



"Bersambung"