Selasa, 28 Februari 2017

Dayak Meratus

Suku Dayak Meratus

Jumlah populasi
kurang lebih 50.000 jiwa.
Kalimantan Selatan: 35.838 (2000). Bahasa Bukit, Melayu Banjar, Indonesia
Agama
Kaharingan
Kelompok etnik terdekat
Dayak Ngaju, Banjar

Litografi berjudul Orang-Boekit uit de Afdeeling Amoentai en Dajaksche vrouw uit Longwai ("Orang Bukit dari afdeeling Amuntai dan wanita Dayak Modang dari Long Wai") berdasarkan gambar oleh Carl Bock (1887)
Suku Dayak Meratus adalah nama kolektif untuk sekumpulan sub-suku Dayak yang mendiami sepanjang kawasan pegunungan Meratus di Kalimantan Selatan.

Orang Banjar Kuala menyebut suku Dayak Meratus sebagai Urang Biaju (Dayak Biaju) karena dianggap sama dengan Dayak Ngaju (Biaju), sedangkan orang Banjar Hulu Sungai menyebut suku Dayak Meratus dengan sebutan Urang Bukit (Dayak Bukit/Buguet) Selato menduga, suku Bukit termasuk golongan Suku Punan. Tetapi Tjilik Riwut membaginya ke dalam kelompok-kelompok kecil seperti Dayak Alai, Dayak Amandit (Loksado), Dayak Tapin (Harakit), Dayak Kayu Tangi, dan sebagainya, selanjutnya ia menggolongkannya ke dalam Rumpun Ngaju. Namun penelitian terakhir dari segi liguistik, bahasa yang digunakan sub suku Dayak ini tergolong berbahasa Melayik, jadi serumpun dengan Suku Kedayan, Dayak Kendayan dan Dayak Iban.

Sesuai habitat kediamannya tersebut maka belakangan ini mereka lebih senang disebut Suku Dayak Meratus, daripada nama sebelumnya Dayak Bukit yang sudah telanjur dimaknai sebagai orang gunung. Padahal menurut Hairus Salim dari kosa kata lokal di daerah tersebut istilah bukit berarti bagian bawah dari suatu pohon yang juga bermakna orang atau sekelompok orang atau rumpun keluarga yang pertama yang merupakan cikal bakal masyarakat lainnya.

Suku Buket, nama yang dipakai oleh BPS untuk etnik ini dalam sensus penduduk tahun 2000. Di Kalimantan Selatan pada sensus penduduk tahun 2000 suku Buket berjumlah 35.838 jiwa, sebagian besar daripadanya terdapat di kabupaten Kota Baru yang berjumlah 14.508 jiwa.

Suku Bukit juga dinamakan Ukit, Buket, Bukat atau Bukut. Suku Bukit atau suku Dayak Bukit terdapat di beberapa kecamatan yang terletak di pegunungan Meratus pada kabupaten Banjar, kabupaten Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, kabupaten Tapin, Tanah Laut, Tanah Bumbu, dan Kota Baru.

Beberapa suku-suku Dayak Meratus yaitu :

Dayak Pitap, di desa Dayak Pitap dan sekitarnya.
Dayak Alai terdiri atas:
Dayak Labuhan
Dayak Atiran,
Dayak Kiyu mendiami desa Hinas Kiri
Dayak Juhu
Dayak Hantakan (Dayak Bukit), di desa Haruyan Dayak.
Dayak Labuan Amas
Dayak Loksado (Dayak Amandit), di kecamatan Loksado.
Dayak Harakit (Dayak Tapin), di desa Harakit dan sekitarnya.
Dayak Paramasan, di kecamatan Paramasan.
Dayak Kayu Tangi (mendiami kawasan Riam Kanan sebelum dijadikan waduk)
Dayak Bangkalaan, di desa Bangkalan Dayak.
Dayak Sampanahan, di kecamatan Sampanahan, Kotabaru.
Dayak Riam Adungan, di desa Riam Adungan.
Dayak Bajuin, di desa Bajuin.
Dayak Sebamban Baru
dan lain-lain
Rumah ritual adat (aruh) Dayak Meratus disebut balai. Istilah balai juga masih dilestarikan oleh Dayak Meratus yang masuk Islam/Banjar Hulu Sungai untuk menyebut surau/langgar (lebih tepat Balai Islam).

Orang Dayak Pitap di Kabupaten Balangan Sunting

Orang Dayak Pitap adalah Masyarakat Adat Dayak yang biasanya dikategorikan sebagai bagian dari suku Dayak Meratus/suku Dayak Bukit yang mendiami kecamatan Tebing Tinggi, Balangan, Kalimantan Selatan.

Dayak Pitap merupakan sebutan bagi kelompok masyarakat yang terikat secara keturunan dan aturan adat, mendiami kawasan disekitar hulu-hulu sungai Pitap dan anak sungai lainnya. Sungai Pitap itu sendiri awalnya bernama sungai Kitab. Menurut keyakinan mereka, ditanah merekalah turunnya kitab yang menjadi jadi rebutan. Oleh datu mereka supaya ajaran kitab tersebut selalu ada maka kitab tersebut ditelan/dimakan atau dalam istilah mereka dipitapkan, sehingga ajaran agama mereka akan selalu ada di hati dan ada di akal pikiran. Kata kitab pun akhirnya berubah menjadi pitap sehingga nama sungai dan masyarakat yang tinggal kawasan tersebut berubah menjadi Pitap.

Sedangkan sebutan Dayak ini mengacu pada kesukuan mereka. Oleh beberapa literatur mereka dimasukkan kedalam rumpun Dayak Bukit, namun pada kenyataanya mereka lebih senang disebut sebagai orang Pitap atau Dayak Pitap, ini juga terjadi pada daerah-daerah lain di Meratus.

Para leluhur masyarakat Dayak Pitap mula-mula tinggal di daerah Tanah Hidup, yaitu daerah perbatasan antara Kabupaten Balangan dengan Kabupaten Kotabaru (dipuncak pegunungan Meratus). Tanah hidup menjadi wilayah tanah keramat yang diyakini sebagai daerah asal mula leluhur mereka hidup.

Secara administratif, orang Dayak Pitap berada di 3 Desa yaitu Dayak Pitap, Langkap dan Mayanau pada Kecamatan Tebing Tinggi, Balangan.

Semula merupakan satu Dayak Pitap memiliki pemerintahan sendiri dengan pusat pemerintahan berada di Langkap. Dengan adanya peraturan sistem pemerintahan desa pada tahun 1979 dibentuk pemerintahan desa Dayak Pitap dengan pusat pemerintahan waktu itu berada di Langkap. Dayak Pitap terbagi terdiri dari 5 kampung besar yaitu

Langkap
Iyam
Ajung
Panikin
Kambiyain.

Kemudian tahun 1982 wilayah Dayak Pitap dibagi menjadi 5 desa, berdasarkan peraturan menteri dalam negeri no 2/tahun 1980 tentang pedoman pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan kelurahan dan peraturan menteri dalam negeri no 4 tahun 1981 tentang pembentukan, pemecahan, penyatuan dan penghapusan desa . Selanjutnya berdasarkan Sk camat tahun 1993 kampung Ajung digabung ke Iyam. Tahun 1998 kampung Iyam dan kampung Kambiyain digabungkan jadi satu dengan kampung Ajung dengan pusat pemerintahan di Ajung Hilir.

Secara geografis, wilayah Dayak Pitap berada di bentangan pegunungan Meratus yang terletak antara 115035'55" sampai 115047'43" Bujur timur dan 02025'32" sampai 02035'26" Lintang selatan. Jarak desa ke ibukota kecamatan 35 Km, Jarak desa ke ibukota Kab. 48 Km dan jarak desa ke ibukota provinsi 231 Km.

Sebelah timur berbatasan dengan wilayah Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru , sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunung Batu dan Desa Auh, sebelah utara berbatasan dengan Halong, Balangan dan sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Sungai Durian, Kotabaru dan Kecamatan Batang Alai Selatan, Hulu Sungai Tengah.

Menurut Cilik Riwut, Suku Dayak Bukit merupakan suku kekeluargaan yang termasuk golongan suku (kecil) Dayak Ngaju. Suku Dayak Ngaju merupakan salah satu dari 4 suku kecil bagian dari suku besar (rumpun) yang juga dinamakan Dayak Ngaju.

Mungkin adapula yang menamakan rumpun suku ini dengan nama rumpun Dayak Ot Danum. Penamaan ini juga dapat dipakai, sebab menurut Tjilik Riwut, suku Dayak Ngaju merupakan keturunan dari Dayak Ot Danum yang tinggal atau berasal dari hulu sungai-sungai yang terdapat di kawasan ini, tetapi sudah mengalami perubahan bahasa. Jadi suku Ot Danum merupakan induk suku, tetapi suku Dayak Ngaju merupakan suku yang dominan di kawasan ini.

Silsilah suku Bukit;

Suku Dayak (suku asal), terbagi 5 suku besar / rumpun:

Dayak Laut (Iban)
Dayak Darat
Dayak Apo Kayan / Kenyah-Bahau
Dayak Murut
Dayak Ngaju / Ot Danum, terbagi 4 suku kecil:
Dayak Maanyan
Dayak Lawangan
Dayak Dusun
Dayak Ngaju, terbagi beberapa suku kekeluargaan (sedatuk) :
Dayak Bukit
Dayak Bakumpai
Dayak Berangas
Dayak Mendawai
dan lain-lain
Budaya Bukit Sunting

Suku ini dapat digolongkan sebagai suku Dayak, karena mereka teguh memegang kepercayaan atau religi suku mereka. Akan tetapi religi suku ini, agak berbeda dengan suku Dayak di Kalimantan Tengah (Rumpun Dayak Ngaju atau Rumpun Barito), yang banyak menekankan ritual upacara kematian dalam agama Kaharingan. Salah satu Suku Dayak di Kalimantan Selatan yang juga banyak menekankan ritual upacara kematian adalah Suku Dayak Dusun Deyah.

Sedangkan kepercayaan suku Meratus biasanya disebut agama Balian yang lebih menekankan upacara dalam kehidupan, seperti upacara pada proses penanaman padi atau panen, sebagaimana halnya dengan suku Kanayatn yang melakukan upacara pesta panen Naik Dango di Kalimantan Barat. Suku Dayak Bukit juga tidak mengenal tradisi ngayau yang ada zaman dahulu pada kebanyakan suku Dayak.

Upacara ritual suku Dayak Bukit, misalnya "Aruh Bawanang" yang disebut juga Aruh Ganal. Tarian ritual misalnya tari Babangsai untuk wanita dan tari Kanjar untuk pria. Suku Bukit tinggal di dalam rumah bersama yang dinamakan balai yang lebih tepat berfungsi sebagai rumah ritual adat. Istilah balai juga masih dipakai suku Banjar Hulu yang tinggal di pedalaman untuk menyebut surau/langgar, karena kesamaannya sebagai tempat ibadah/ritual.

Balai merupakan rumah adat untuk melaksanakan ritual pada religi suku mereka. Bentuk balai, "memusat" karena di tengah-tengah merupakan tempat altar atau panggung tempat meletakkan sesajen. Tiap balai dihuni oleh beberapa kepala keluarga, dengan posisi hunian mengelilingi altar upacara. Tiap keluarga memiliki dapur sendiri yang dinamakan umbun. Jadi bentuk balai ini, berbeda dengan rumah adat suku Dayak umumnya yang berbentuk panjang (Rumah Panjang).

Suku Dayak Bukit menganal tiga kelompok roh pemelihara kawasan pemukiman dan tempat tinggal yaitu :

Siasia Banua
Bubuhan Aing
Kariau
Siasia Banua contohnya :

Siasia Banua Kambat
Siasia Banua Pantai Batung
Siasia Banua Kambat
dan sebagainya
Bubuhan Aing (= komunitas air) contohnya :

Bubuhan Aing Muhara Indan
Bubuhan Aing Danau Bacaramin
Bubuhan Aing Maantas
dan sebagainya
Kariau contohnya :

Kariau Labuhan
Kariau Padang Batung
Kariau Mantuil
dan sebagainya
Bahasa Melayu Bukit Sunting

Bahasa Dayak Bukit, menurut penelitian banyak kemiripan dengan dialek Bahasa Banjar Hulu. Ada pula yang menamakan bahasa Bukit sebagai "bahasa Banjar archais". Bahasa Bukit termasuk Bahasa Melayu Lokal yang disebut Bahasa Melayu Bukit (bvu).

Perbandingan hubungan suku Bukit dengan suku Banjar, seperti hubungan suku Baduy dengan suku Banten. Suku Banjar dan suku Banten merupakan suku yang hampir seluruhnya memeluk Islam, sedangkan suku Bukit dan suku Baduy merupakan suku yang teguh mempertahankan religi sukunya.

Populasi Suku Bangsa Dayak Bukit Sunting
Populasi suku Dayak Bukit di Provinsi Kalimantan Selatan : 35.838 (BPS - sensus th. 2000)

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Dayak Bukit di Kalimantan Selatan berjumlah 35.838 jiwa, yang terdistribusi pada beberapa kabupaten dan kota, yaitu :

585 jiwa di kabupaten Tanah Laut
14.508 jiwa di kabupaten Kota Baru (termasuk Tanah Bumbu)
1.737 jiwa di kabupaten Banjar
836 jiwa di kabupaten Barito Kuala
112 jiwa di kabupaten Tapin
3.778 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Selatan
3.368 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Tengah
244 jiwa di kabupaten Hulu Sungai Utara (beserta Balangan sebelum pemekaran daerah)
1.106 jiwa di kabupaten Tabalong
7.836 jiwa di kota Banjarmasin
1.728 jiwa di kota Banjarbaru
Kekerabatan dengan Suku Banjar menurut mitologi Sunting

Mitologi suku Dayak Meratus atau Suku Dayak Bukit menyatakan bahwa Suku Banjar dan Suku Bukit merupakan keturunan dari dua kakak beradik yaitu Si Ayuh alias Datung Ayuh alias Dayuhan alias Sandayuhan yang menurunkan suku Bukit dan Bambang Siwara alias Bambang Basiwara yang menurunkan suku Banjar. Dalam khasanah cerita prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus ditemukan legenda yang sifatnya mengakui atau bahkan melegalkan keserumpunan genetika (saling berkerabat secara geneologis) antara orang Banjar dengan orang Dayak Meratus. Dalam cerita prosa rakyat berbahasa Dayak Meratus dimaksud terungkap bahwa nenek moyang orang Banjar yang bernama Bambang Basiwara adalah adik dari nenek moyang orang Dayak Meratus yang bernama Sandayuhan. Bambang Basiwara digambarkan sebagai adik yang berfisik lemah tetapi berotak cerdas. Sedangkan Sandayuhan digambarkan sebagai kakak yang berfisik kuat dan jago berkelahi.

Sesuai dengan statusnya sebagai nenek-moyang atau cikal-bakal orang Dayak Maratus, maka nama Sandayuhan sangat populer di kalangan orang Dayak Meratus. Banyak sekali tempat-tempat di seantero pegunungan Meratus yang sejarah keberadaannya diceritakan berasal usul dari aksi heroik Sandayuhan. Salah satu di antaranya adalah tebing batu berkepala tujuh, yang konon adalah penjelmaan dari Samali’ing, setan berkepala tujuh yang berhasil dikalahkannya dalam suatu kontak fisik yang sangat menentukan.



"Bersambung"

Rabu, 08 Februari 2017

صلاة ألله تغشكم حبيبي


Sholatullahi Taghsyakum

هذه القصيدة صلاة الله تغشاكم

ﺻَـﻼَ ﺓُ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗـَﻐْــــﺸَﺎ ﻛُـــــﻢْ ﺣــَـــﺒـِـﻴـْـﺒِــﻲ
ﻭَ ﺍَﻟـِــــﻜُــﻢُ ﻭَ ﻳـَﻐْــــﺸَﺎ ﻛُـــــﻢْ ﺳَــــﻼَ ﻡُ

Sholaatullohi taghsyakum habiibiy
Wa alikumu wa yaghsyaakum salaamu
Limpahan Shalawat Allah selalu meliputi kalian (Wahai Nabi SAW dan para pencintanya dan pembelanya SAW)
dan atas keluarga kalian dan salam sejahtera selalu melimpah pada kalian.

ﻋَــﻠَﻰ ﻗَــﺪْﺭِ ﺍﻟْـﺠَـــﻤَـﺎﻝِ ﻣَــﻊَ ﺍﻟْـــﻜَــﻤَـﺎﻝِ
ﻭَﻣـَــﺎ ﻃَـﺮِ ﺏَ ﺍﻟْــﻤُـﺤِــــﺒُّـﻮْ ﻥَ ﻭَﻫَـــﺎﻡُ

‘Alaa qodril jamaali ma’al kamaali
Wamaa thoribal muhibbuuna wahaamu
Sebanyak kadar segala keindahan dan kesempurnaan,
dan sebanyak gejolak kerinduan dan kasih para pecinta Nabi SAW.

ﻟـِﻐـَـﻴْـﺮِ ﺟَـــﻤَـﺎ ﻟـِـﻜُـــﻢْ ﻧَــﻈَـﺮِ ﻱْ ﺣَـــﺮَ ﺍﻡُ
ﻭَ ﻏَــﻴْـﺮِ ﻛَــﻼ َ ﻣِــﻜُـﻢْ ﻋِــــﻨـْﺪِ ﻱْ ﻛَــﻼ َﻡِ

Lighoiri jamaalikum nadhorii haroomu
Wa ghoiri kalaamikum ‘indii kilaamu
Untuk selain memandang keindahan kalian, telah kuharamkan pandanganku,
dan selain pembicaraan kalian dihadapanku umpama lantai tempat pijakan kaki (yaitu sangat hina).

ﻭَ ﻋُــﻤْﺮٌ ﺗَـﺴْـﺮِ ﻱْ ﻣِـﻨْـﻜُــﻢْ ﺑـَـﻌْــﺾَ ﻳـَـــﻮْ ﻡٍ
ﻭَ ﺳَـــﺎ ﻋَـﺔُ ﻏَــــﻴْﺮِ ﻛُـــﻢْ ﻋَــﺎﻡٌ ﻓَــﻌَـﺎﻡُ

Wa ‘umrun tasrii minkum ba’dlo yaumin
Wa saa’atu ghoirikum ‘aamun fa’aamu
Dan usiaku terlewatkan bersama kalian seakan beberapa hari (terasa sangat singkat),
dan sesaat tanpa kalian bagaikan bertahun-tahun.

ﻭَﺻَـﺒـْﺮِ ﻱْ ﻋَــﻨْـﻜُـــﻢُ ﺷَـﻲْﺀٌ ﻣُـﺤَــــﺎﻝٌ
ﻭَ ﻣـَـﺎ ﻟِـﻲْ ﻗَــﺎﺗِـﻞٌ ﺇِ ﻻَّ ﺍﻟـْـﻔِـــﻄَـﺎﻡُ

Wa shobrii ‘ankumu syai-un muhaalun
Wa maaliy qootilun illaal fithoomu
Dan sabar dari merindukan kalian adalah hal yang mustahil,
dan tak ada (yang kutakutkan) sebagai pembunuh, selain perpisahan dengan kalian.

ﺇِ ﺫَﺍ ﻋَــﺎ ﻳـَـﻨْـﺘُـــﻜُــﻢْ ﺫَﺍ ﻟَـﺖْ ﻫُـﻤُــﻮْ ﻣِــﻲْ
ﻭَ ﺇِ ﻥْ ﻏِــﺒْـــﺘُـﻢْ ﺩَ ﻧَـﻰ ﻣِـﻨـِّـﻲ ﺍﻟـْﺤِـــﻤَـﺎﻡُ

Idzaa ‘aayantukum dzaalat humuumiy
Wa in ghibtum danaa minniyl himaamu
Apabila aku melihat kalian maka hilanglah kesedihanku,
dan apabila kalian tiada maka telah dekatlah padaku kematian.

ﺍَﻭَ ﺩُّ ﺑِــﺄَﻥْ ﺃَ ﻛُـــﻮْ ﻥَ ﻟَــــﻜُــﻢْ ﺟَـــﻠِـﻴـْـــﺴًﺎ
ﻭَ ﺗـُﻨْـﺼَـﺐُ ﻟـِﻲ ﺑِـﺮَ ﺑـْﻌِـــﻜُــﻢُ ﺧِــﻴَـﺎﻡُ

Awaddu bi an akuuna lakum jaliisan
Wa tunshobu liy birob’ikumu khiyaamu
Aku sangat berhasrat untuk selalu menjadi pendamping kalian, dan dibuatkan kemah di halaman rumah kalian, (ungkapan hati dari besarnya hasrat untuk selalu tidak berpisah, apabila tidak mendapat tempat tinggal di rumah mereka, maka cukuplah di halaman rumah mereka).

ﺑــَﺪَﺍﻩُ ﺑـِﺎﻟـْـﻮِ ﺻَــﺎﻝِ ﻣَــﺮِ ﻳـْﺾَ ﻫَﺠْـــﺮٍ
ﻳـَـﻬِــﻴـْــﻢُ ﺑِــﻜُــﻢْ ﺇِﺫَﺍ ﺳَــﺠَـﻊَ ﺍﻟْـﺤَـــﻤَـﻢُ

Badaahu bilwishooli mariidlo hajrin
Yahiimu bikum idzaa saja’al hamamu
Maka mulialah (mendekat padaku) dengan menyambung (pertemuan) setelah pedihnya perpisahan, (denganku) yang selalu mendambakan kalian setiap kali burung-burung merpati saling bersenandung (maksudnya tidak pernah ada berakhir).

ﺣَـــﺪِ ﻳـْﺚُ ﻏَــــﺮَ ﺍ ﻣِـﻪِ ﻓِـــﻴْــﻜُـــﻢْ ﻗَـــﺪِ ﻳـْـﻢٌ
ﻭَ ﻣَـﻠـْـﺒَـﺴُـﻪُ ﻣِــﻦَ ﺍﻟْـﺤُـــﺐِّ ﺍﻟــﺴِّــــﻘَـﺎﻡُ

Hadiitsu ghoroomihi fiikum qodiimun
Wa malbasuhu minal hubbis siqoomu
Kabar tentang ia (diriku) tergila-gila pada kalian telah lama terdengar,
dan pakaian (yang menutupiku) dari kecintaan adalah kesusahan.

ﻓَـــﺄَﻧــْـﺘُـﻢْ ﻓِﻲ ﺍْﻷُ ﺻُـﻮْ ﻝِ ﺃَﺟَــــﻞُّ ﺃَﺻْـــﻞٍ
ﺇِ ﺫَﺍ ﺷِــﺌْـﺘُـﻢْ ﺗَـﺤَـــﺼَّـﻞَ ﻟِﻲ ﺍﻟْـﻤَــﺮَ ﺍﻡُ

Fa antum fiyl ushuuli ajallu ashlin
Idzaa syi’tum tahasshola liil maroomu
Dan kalian dari segala sumber (kemuliaan) adalah sumber yang sangat kuat,
apabila kalian menghendaki, maka akan tercapailah untukku segala keinginan.

ﺑـِﻜُـــﻢْ ﺻَـﻌْﺐُ ﺍْﻟـﻸُ ﻣُـﻮْ ﺭِ ﻳـَﻌـُـﻮْ ﺩُ ﺳَــــﻬْـﻼ ً
ﻓَــﺒِﺎ ْﻹِ ﺣْــــﺴَـﺎﻥِ ﺟُــﻮْ ﺩُﻭ ﺍ ﻳـَﺎ ﻛِــﺮَ ﺍﻡُ

Bikum sho’bul umuuri ya’uudu sahlan
Fabil ihsaani juuduu yaa kiroomu
Sebab kalianlah segala permasalahan berbalik menjadi kemudahan,
maka Demi Yang Maha Memiliki Kebaikan, bermurah hatilah wahai orang-orang yang mulia.

ﻓـَــﻠَـﻴْـﺲَ ﺳِــﻮَ ﺍ ﻛُـــﻤُـﻮْ ﻟـِﻠْـﺠُــﻮْ ﺩِ ﺃَﻫْـــــﻼ ً
ﻓَـﻜَــﻴْـﻒَ ﻧَــﺬِ ﻳــْﺪُ ﺻُــﻮْ ﺣِــﻴـْﻜُـــﻢُ ﻳــُﻀَـﺎﻡُ

Falaisa siwaakumuu liljuudi ahlan
Fakaifa nadziidu shuuhiikum yudloomu
Maka tiadalah selain kalian orang yang lebih bermurah hati

Kamis, 02 Februari 2017

Nasehat Jowo

Eman lo wong Islam, ninggal Sholat wengi
Sak ben dalu turu, ora gelem tangi
Sholat wengi ngono, disenengi Gusti
Sopo gelem nyuwun, pasti di paringi

Sholat limang waktu, ayo podo njogo
Jama’ah nang masjid, bareng sak kluwargo
Ganjarane slawe, celengan suwargo
Malah biso dadi, pitu likur ugo

Yen Sholat kesusu, ora biso pernah
Rukuk lan sujude, ditoto sing genah
Sing khusyu’ lan khudhur, ugo tumakninah
Ngerteni sing wajib, lan ngerti sing sunah

Yen rumongso sugih, itungen donyone
Bagiane Zakat, ojo dilalekne
Dulur karo tonggo, sing podo miskine
kabeh podo nunggu, zakat bagiane

Yen karo tonggone, Sing apik atine
Yen kahanan longgar, mikiro butuhe
Sajak perlu utang, enggal di peringne
Nanging ojo nganti, njaluk anak ane

Ayo do ngurangi, nonton televisi
Timbang nonton TV, luweh becik ngaji
“Ahbaabul Musthofa” wadah kanggo ngaji
Kumpul poro Habaib lan poro Kyai

Eman lo wong ngaji, campur lanang wadon
Campur lanang wadon, lamun dudu mahrom
Biso biso malah, nglakoni sing harom
Ilmu gak manfa’at, rusak malah klakon

Lanang karo wadon, manggon sepi sepi
Nyanding senggal senggol koyok kebo sapi
Ngunu kuwi duso, nurut poro nabi
Ojo di terusno, yen durung di rabi

Al-habib syech bin abdul qodir assegaf(Solo)